masjidil haram

Kamis, 12 Mei 2011

Layanan Ibadah Haji dan Umrah Dengan Kereta Api




MediaHaji.Com, Jeddah: Komite Agung Haji Saudi, Sabtu (10/07) bertemu dan membahas peluncuran Metro Mekah, sebuah sistem kereta api baru menghubungkan tempat-tempat suci Mina, Arafat dan Muzdalifa ke kota suci.

Deputi Perdana Menteri II yang sekaligus Menteri Dalam Negeri Pangeran Naif, yang memimpin pertemuan tersebut, menyerukan agar lembaga-lembaga publik dan swasta untuk membantu penyelenggaraan haji menjadi sukses.

Tahap pertama dari metro, yang juga dikenal sebagai Mashair Railway dan dirancang untuk mengangkut 70000 peziarah dalam waktu satu jam antara tempat suci, akan diluncurkan selama musim haji tahun ini. "30% dari kapasitasnya akan digunakan selama tahun ini haji," kata seorang pejabat senior. Metro akan memiliki 20 rangkaian kereta tahun depan ketika beroperasi dengan kapasitas penuh. pada setiap rangkaian kereta terdiri 12 gerbong.

Proyek kereta api akan membawa perbaikan tentang luar biasa dalam pengangkutan jamaah haji antara tempat-tempat suci, salah satu sakit kepala utama bagi manajer Saudi haji. Kereta api baru yang akan diuji pada 1 Agustus 2010.

Pertemuan komite haji juga mendiskusikan cara terbaik untuk mengelola orang banyak pada mataf (pelaksanaan thawwaf sekitar Ka'bah Suci) pada hari-hari puncak haji dan Ramadhan. "Rapat juga mengagendakan prospek dengan menggunakan rumah sakit di tempat-tempat suci dari Mina dan Arafat sepanjang tahun ini," kata Saaed Al-Harithy, sekjen komite.

Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Gubernur Makkah Pangeran Khaled Al-Faisal dan 10 menteri menekankan kebutuhan untuk meningkatkan pengaturan di bandara dan pelabuhan untuk menerima peziarah umrah.

Komite memutuskan untuk memperbaiki kondisi miqats, lokasi di mana para peziarah mengenakan ihram sebelum menuju Makkah, dan membangun masjid di tempat-tempat. loker lainnya juga akan didirikan di Mekkah dan Madinah untuk digunakan oleh para peziarah dan pengunjung.

Topik lain yang dibahas adalah menghubungkan Mina baru (Mina Jadid) dengan Jembatan Jamrat, listrik dari Expressway hijrah antara Mekkah dan Madinah menggunakan energi matahari, organisasi gerakan haji untuk Jamrat untuk ritual rajam, dan penerapan sistem elektronik untuk urusan Haji dan Umrah. (Farid/ARABNEWS)

Tour Wisata Ruhani Madinah Al Munawwarah




1. Mesjid Aby Dzar al-Qifari
Imam Baihaqi didalam Shaab-Ul-Imam dan diriwayatkan oleh Abdurahman bin Auf RA. sebagaimana berikut :
Abdurahman RA. mengatakan, "Aku dan Nabi SAW. melakukan dua rakaat shalat di mesjid ini. Nabi membuat sujud dalam waktu yang sangat lama. Aku merasa cemas dan heran jika beliau telah meninggal. Karena perasaan ini aku mulai menangis diam-diam.

Ketika Nabi SAW. mengangkat kepalanya dari sujud yang panjang dan beliau mendapatkanku menangis. Beliau berkata, Ada apa denganmu Ya Rasulullah?. Aku menyampaikan kekhawatiran saya.

Nabi SAW. mengatakan kepadaku. Jibriel AS. memberitahuku bahwa siapaun yang mengirimkan salam dan shalat (salam dan shalawat) kepadaku, Allah SWT. akan mengririmkan salam dan shalawat kepada orang itu. Aku bersujud lama sekali untuk bersyukur kepada Allah SWT".

2. Mesjid Ijabah
Mesjid milik Bani Mu'awiyyah di sebelah Utara Pekuburan Baqi' al-Qorqod. Menurut Hadits Muslim, disini Rasulullah SAW. dan para sahabatnya shalat dua rakaat. Selesai shalat beliau berdoa lama sekali kemudian berpaling kepada sahabatnya seraya bersabda, yang artinya : Saya mohon kepada Allah tiga perkara, dikabulkan-Nya dua dan ditolak-Nya satu, yaitu :
1. "Saya mohon kepada-Nya, supaya ummatku tidak binasa dengan mengerjakan sunnah". Permohonan itu dikabulkan-Nya.
2. "Saya mohon kepada-Nya, supaya ummatku tidak binasa dengan karam atau tenggelam". Itupun dikabulkan-Nya.
3. "Dan saya mohon kepada-Nya supaya jangan dijadikan-Nya kejahatan dikalangan ummatku". Permohonan ini ditolak-Nya. Sekarang Mesjid ini berada di dekat Rumah Sakit al-Anshar atau dulu dikenal dengan Rumah Sakit 'Dhorbatus Syams' di Syari' Sittien.

3. Pekuburan Baqi' al-Qorqod
Komplek Pekuburan penduduk Madinah yang terletak kurang lebih 30 m ditimur Madinah. Baqi' sebenarnya berarti sebidang tanah lembut tanpa batu dan kerikil. Tanah semacam ini paling baik untuk lokasi kuburan, yaitu sejenis tanah yang jarang terdapat di Madinah. Maka dari zaman dahulu penduduk Madina memanfaatkan Baqi' sebagai tempat pemakaman umum.

Baqi' terletak di tengah-tengah kota Madina, yang sekarang memiliki luas kurang lebih 138.000 M Persegi. Di pekuburan, yang dibatasi pagar tembok dipagar yang berjeruji ini, terdapat makam lebih dari 10.000 para sahabat Nabi, yang termasuk didalam Sayyidina Utsman bin Affan RA.(khalifah ketiga). Sayyidina Abbas RA (paman Nabi) dan Sayyidina Hasan bin Ali (cucu Nabi). Juga Halimatus Sa'diyyah (ibu susuan Nabi), putri-putri Nabi : Fatimah, Ruqayyah, Ummi Kultsum, Zainab dan putra beliau Ibrahim. Isteri-isteri Nabi : Sitti Aisyah, Ummi Salamah, Juwariyah, Zainab, Sofiah, Hafsah, Mariyah Qibtiyah (kecuali Sitti Khatijah di Ma'lah dan Sitti Maimunah di Jumum).

4. Mesjid Qomamah dan Mesjid-mesjid disekitarnya
Sebuah mesjid yang terletak disebelah barat daya Mananah, Madinah kurang lebih 500 m dari Mesjid Nabawi, Mesjid ini berukuran 26 x 13 m persegi, dan tingginya 12 m, dengan 6 buah kubah dan satu menara. Pada waktu zaman Rasulullah mesjid ini merupakan alun-alun di kota Madinah. Setiap Iedul Fitri dan Iedul Adha, alun-alun ini dijadikan tempat shalat.

Pada suatu hari ketika para jamaah merasa gelisah karena Rasulullah menyampaikan khotbah yang panjang sementara terik matahari sangat menyengat, tiba-tiba datanglah mendung atau awan tebal. Jamaah kemudian menjadi tenang dan betah sampai akhir khotbah selesai. Untuk mengenang peristiwa itulah mesjid ini diberi nama Gomamah yang berarti awan atau mendung.

Disampingnya banyak mesjid-mesjid, ada Mesjid Abdu Bakar, Mesjid Ali, Mesjid Umar, Mesjid Utsman dan Mesjid Bilal yang konon dulunya adalah shaf-shaf sholat mereka ketika mengikuti sholat ied dan ististqo' (sholat minta hujan) pada Rasulullah.

5. Pasar Kurma
Pasar Kurma yang terletak di kota Madinah adalah sebuah pasar yang khusus menjual kurma, dibangun pada tahun 1982, dan tereltak kurang lebih 600 m. sebelah selatan Mesjid Nabawi. Dipasar inilah jamaah dapat mencari dan menemukan 26 macam kurma termasuk Ajwa, kurma kesayangan Rasulullah SAW.

Pasar ini dibangun oleh Pemerintah Arab Saudi untuk menampung sekaligus menjadi pasar baik bagi penduduk setempat maupun jamaah haji yang datang. Berbeda dengan Makkah yang benar-benar gersang, di Madinah terdapat banyak areal tanah subuh dan oase-oase (mata air) atau wadi yang dapat ditanami buah dan sayur-sayuran.

Kesuburan tanah ini tidak akan musnah atau berkurang tetapi akan terus bertambah dan berkembang mengimbangi pertumbuhan dan kebutuhan mukimin dan jamaah haji yang datang ke Madinah.

Tanah Madinah ini sebenarnya memiliki mu'jizat atau setidaknya 'berkah' khusus karena Rasulullah pernah memohon kepada Allah SWT. sebagaimana berikut " : "Ya Allah berilah Madinah ini dua kali berkah yang Kau berikan kepada Makkah" Jadi semua yang ada dan tumbuh di Madinah memiliki nilai keberkahan dua kali yang ada di Makkah.

Padahal Makkah sendiri sudah demikian besar berkahnya karena Allah telah mengabulkan Nabi Ibrahim AS. agar Makkah tidak kekurangan dari segala kebutuhan hidup termasuk buah-buahan. Kurma di Madinah memiliki nilai istimewa karena mutu gizinya yang sangat tinggi. Bahkan dapat digunakan untuk obat, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah "Maka semua rumah penduduk Madinah didalamnya tersedia kurma" Sehingga kurma menjadi komoditi yang laris karena semua penziarah pasti membeli untuk dibawa pulang ketanah airnya. Salah satu sabda Nabi tentang kurma adalah sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim : "Barang siapa makan kurma Ajwa tujuh butir pada pagi hari, dia akan selamat dari racun dan guna-guna pada hari itu".

6. Saqifah Bani Saidah
Saqifah Bani Saidah adalah nama sebuah tempat bersejarah di Madinah. Bagi kebanyakan jamaah haji, nama Saqifah ini tak sekondang tempat bersejarah lainnya seperti Jabal Uhud, Mesjid Quba', Mesjid Qiblatain, kawasan bekas Perang Khandaq, Pemakaman Baqi' dll.

Rombongan jamaah haji selalu mengadakan ziarah ke tempat-tempat itu. Bahkan ada tempat favorit yang tak terkait dengan sejarah Islam, yang justru jadi tujuan extra ziarah, yaitu Medan Magnet. Saqifah Bani Saidah kalah populernya di banding tempat-tempat itu. Tapi bagi mereka yang memperhatikan pada sejarah awal politik Islam, Saqifah itu memiliki nilai sejarah tersendiri.

Disinilah, Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq pertama kali diba'iah menjadi khalifah sepeninggal Rasulullah SAW. di Saqifah inilah, kalangan sahabat Anshar dan Muhajirin berkumpul, membicarakan siapa pengganti Rasulullah, pada saat jenazah Nabi masih belum dimakamkan. Sehingga bagi sebagian kalangan, perbincangan politik di Saqifah itu mengundang cibiran "Urusan jenazah Nabi belum dituntaskan, kok sudah bicara kekuasaan".

Perisitiwa Saqifah itu, bagaimanapun juga menjadi cikal-bakal tumbuhnya benih perpecahan politik-teologis umat Islam, dalam dua faksi besar Sunni dan Syi'ah. Bagi kalangan Syi'ah, kesepakatan politik di Saqifah itu merupakan penyerobotan atas hak Ali bin Abi Thalib, yang dipandang sebagai pewaris dan lebih berhak atas kepemimpinan Islam (Imamah) pasca Rasulullah.

Bagi kalangan Sunni, peristiwa di Saqifah itu jadi obyek kajian menarik untuk mendiskusikan mekanisme pengangkatan pemimpin dalam islam. Saqifah itu dulunya berupa tempat mirip aula, ada pula yang kerap dipakai duduk-duduk, berteduh sambil berbincang. Rasulullah pernah shalat di tempat ini, lalu duduk dan minum air. Di utara Saqifah itu ada sumur milik Bani Saidah. Keluarga Saidah adalah sahabat Nabi yang kerap menemani Nabi duduk-duduk di Saqifah. Tempat ini masih dipertahankan, dikelola, dilestarikan dalam bentuk taman.

Posisinya di sisi Barat Daya Masjid Nabawi, berjarak sekitar 200-an meter. Berseberangan jalan dengan Perpustakaan Raja Abd. Aziz., atau di depan sebelah kanan Hotel Movenpick Anwar Madinah. Itulah satu-satunya taman di kawasan tersebut. Bentuknya empat persegi, sekitar 30 x 30 meter. Beragam tanaman, pot-pot bunga, rumput-rumputan, pohon kurma, tanaman lidah buaya dan masih ada jenis tumbuhan lain, menghijaukan kawasan tersebut. Memberikan kesegaran di tengah kegersangan. Kicauan burung aneka jenis, makin menambah riang suasana taman. Suasana demikian ini sulit di jumpai di sudut Madinah yang lain, yang lebih banyak dipenuhi dengan taman beton, gunung batu, atau padang gersang.

Tour ke Jeddah



1. Selayang Pandang Jeddah
Jeddah adalah kota pelabuhan utama di Arab Saudi, baik pelabuhan laut maupun pelabuhan udara. Terletak di tepi Laut Merah dan sebagaimana kota-kota lainnya di Arab Saudi, Jeddah memiliki Iklim Gurun. Didirikan pada tahun 647 M. oleh Khalifah Utsman bin Affan yang menyatakan Jeddah sebagai pintu gerbang masuk ke dua tanah suci Makkah dan Madinah, yang akhirnya digunakan sebagai pelabuhan untuk kepentingan jamaah haji terutama pada masa-masa perjalanan jamaah haji yang dilakukan laut, bukan melalui udara seperti sekarang ini.

Kota Jeddah memiliki area kurang lebih 2400 KM2 (menurut sejarawan) dan dengan garis pantai kurang lebih 80 KM., dan sekarang kota ini dikenal dengan sebutan "The Bride of The Red Sea" (Penganten Laut Merah), julukan ini sangatlah cocok untuk kota Jeddah jika dilihat dari letak geografisnya. Kota yang indah ini disebabkan karena pantai laut merahnya yang menjadi salah satu daya tarik tersendiri dan didukung adanya air mancur tertinggi di dunia (Nafuro Malik Fahd) yang konon tingginya sekitar 312 m, dibangun pada tahun 1980 di dekat istana as-Salam Raja Fahd, dimana pada malam hari nampak seperti air perak yang muncrat ke langit.

Perkembangan kota Jeddan yang signifikan itulah yang ternyata menarik perhatian armada ' Lopo Soares de Albergaria Portugis' yang pada tahun 1516 M., bersiap-siap dan siaga untuk menjajah Jeddah. Namun pada akhir ujung abad ke - 17, Kerajaan Utsmaniyah (Ottoman) dapat mengalahkan armada Portugis ini dalam pertempuran di laut merah, dan dapat juga menaklukan Hijaz termasuk Bandar suci Makkah dan juga pelabuhan Jeddah. Maka selama kepemimpinan Kerajaan Ottoman, di Jeddah dibangun beberapa tembok sebagai benteng perlindungan dibeberapa kawasan pintu masuk sebagai mana berikut :
- Bab Syarief (tembok gerbang Syarief, kawasan balad) berada disebelah selatan
- Bab Makkah (tembok gerbang Makkah, Mecca street) berada disebelah timur
- Bab Madinah (tembok gerbang Madinah, Medina street) berada disebelah utara
- Bab Bahrul Ahmar (tembok gerbang yang langsung menghadap laut) berada disebelah barat

Kendati wilayah Jeddah dikelilingi berbagai tembok benteng pelindung, tak tertutup kemungkinan untuk tumbuh dan berkembang bahkan semakin pesat dan tidak menerima perwakilan Negara asing terutama Eropa. Masih dibawah kepemimpinan Ottoman pada tahun 1825 M., barulah membuka perwakilan Negara asing pertamanya yaitu Prancil dan Inggris, dengan sebab itu pula Jeddah mendapat julukan "Biladul Qunashil = The City of Consulaty".

Setelah kerajaan Ottoman jatuh pada tahun 1915 M. tembokpun runtuh pula, tapi sampai sekarang masih banyak ditemukan sisa-sisa artifak Turki ini, selain tembok-tembok gerbang tersebut diatas. Ketika Perang Dunia I, Syarif Makkah yang menjadi wakil kepala kerajaan Ottoman di tanah Arab, memberontak menentangnya dan menuntut satu kebebasan untuk Negara Arab yang bersatu yang meliputi Aleppo (Halab) Syiria sampai ke Aden di Yaman.

Setelah perang dunia I, pada tahun 1924 M. putera Ibnu Saud (Raja Abd. Aziz bin Abd. Rahman) yang berasal dari wilayah Najd dapat menaklukan Bandar Makkah, Bandar Madinah dan Pelabuhan Jeddah, serta dapat menggulingkan Syarief Makkah bernama Syarief Husein bin Ali Al-Hasyimi. Syarief Husein kemudian melarikan diri ke Cyprus sebelum berhijrah dan menetap di Amman Jordania, yang mana ahli warisnya kemudian didasarkan kepada keluarga Diraja Hasyimiyah Jordan yang menjadi Raja Jordan hingga kini.

Maka pada tahun 1926 M. Raja Ibnu Saud bergelar 'Sulthan Hijaz' selain galar yang sebelumnya adalah 'Sulthan Najd', pada saat itulah Jeddah sudah hilang kepentingannya dalam dunia politik di Semenanjung Arab. Daerah Hijaz pula terpecah menjadi wilayah-wilayah kecil dan Jeddah kini diletakkan didalam Propensi Makkah dengan Bandar Makkah sebagai Bandar Propensinya.

Sebagai kota dagang, Jeddah memiliki fasilitas kota yang cukup memadai. Pelabuhan lautnya merupakan pelabuhan utama yang merupakan sentral perdagangan menuju berbagai Negara khususnya Negara-negara di pesisir timur Afrika, serta Yaman. Pelabuhannya merupakan pelabuhan bebas.

Di Jeddah terdapat Bandar udara yang cukup terkenal yakni Bandara Internasional King Abdul Aziz yang memiliki tingkat kesibukan paling tinggi terutama pada musim haji. Terminal ini mempunyai seni arsitektur tersendiri dibuat dengan bentuk kemah kaum badawi. Terminal ini dapat melayani dengan baik setiap tahunnya jamaah haji yang melebihi 3 juta jamaah. Jeddah adalah merupakan sebuah Bandar Raya Arab Saudi yang terletak di pinggir Laut Merah, dengan temperatur (21.50 derajat BU - 39.1667 derajat BT). Bandar Jeddah adalah sebuah Bandar utama di Arab Saudi dan merupakan Bandar paling besar di Propensi Barat (Arab Saudi). Bandar kota Jeddah bisa pula disebut 'Kota Kosmopolitan' adalah Bandar kedua terbesar di Arab Saudi, setelah Bandar Raya Riyadh.

Jumlah penduduk Jeddah kini berjumlah 3,4 juta jiwa. Jeddah dianggap sebagai pusat perdagangan Arab Saudi dan Bandar Raya paling makmur dan paling mewah di Timur Tengah. Jeddah juga adalah pintu gerbang masuk utama ke Makkah dan Madinah. Bandar Raya Jeddah mempunyai beberapa pantai tersendiri, termasuk ; 'Durrat al-Arus, Crystal Resort, FAL, Al-Remal, Shums, Bait al-Bahar dan al-Nakheel Village'. Jeddah mempunyai temperatur suhu uda yang beragam, berbeda dengan daerah-daerah lain di Saudi Arabia, pada musim panas cukup panas, pada musim dingin suasana tetap panas karena terpengaruh oleh iklim laut merah.

Temperatur pada musim dingin berkisar sampai 15 derajat C (59 derajat F) pada malam hari, pada siang hari berkisar sampai 25 derajat C (77 derajat F). Pada musim panas temperaturnya sampai 40 derajat C (104 derajat F) pada tengah hari, dan 30 derajat C (86 derajat F) pada malam hari.

2. Pasar Balad
Kota lama al-Balad adalah mempunyai bangunan khas tersendiri dan gedung perdagangan yang bertingkat-tingkat dan dibuat mengikuti bangunan tradisional, Tetapi sekarang sudah tenggelam dengan banyaknya perkembangan modern yang mementingkan pengaruh seni barat. Akan tetapi pula belakangan ini, terdapat pergerakan yang kembali mementingkan seni khas tradisional dan terdapat usaha-usaha serius untuk memulihkan kembali bangunan-bangunan tradisional.

Bila dibandingkan Makkah, Jeddah lebih gemerlap. Tak hanya keberadaan Bandara Internasional King Abd. Aziz, dimana banyak orang dari berbagai Negara tiba di bandara ini. Pusat-pusat pertokoan juga banyak bertebaran di Jeddah selain Balad, sejumlah pusat pertokoan elit bisa ditemukan di Jeddah. Pertokoan itu menyediakan hampir segala macam barang mulai dari fashion, furniture, karpet dan sajadah, serta mobil mewah. Mobil-mobil pribadi dengan merk-merk terkenal baik dari Jepang maupun Eropa banyak berlalu lalang dan saling berkejaran di jalan-jalan.

Bila berkunjung ke Jeddah, kita bisa sekedar cuci mata melewati sejumlah pusat perbelanjaan di Balad. Juga di sepanjang jalan Tahliah, misalnya kita bisa melihat deretan toko-toko mewah. Kalangan atas menjadi langganan pertokoan tersebut. Tak perlu ragu mengunjungi pusat perbelanjaan modern yang sangat terkenal sebagai tempat belanja barang-barang konsumsi mewah. Terdiri dari pertokoan dan supermarket, Balad menawarkan berbagai jenis barang mulai dari kebutuhan harian sampai keperluan sekunder berupa perhiasan-perhiasan lux. Barang-barang yang dijual di Balad hampir 100% import.

Ada pasar yang biasa dibidik kalangan menengah saja dengan model layaknya pasar biasa. Tapi ada juga pusat perbelanjaan megah untuk golongan menengah atas yang memburu barang bermerk internasional.

Pusat perbelanjaan yang relatif lebih murah juga ada di Jeddah, yaitu Bab Syarief. Selain menjadi ikon pusat belanja, Jeddah dengan Balad nya juga terlihat lebih longgar dalam hal aturan berbusana. Seorang wanita di Jeddah bisa melepaskan cadarnya. Bagi yang non-Muslim biasanya pramugari atau perawat, bisa tetap menggunakan abaya hitam dengan rambut tergerai. Namun ada sisi lain, mungkin karena suasana yang cukup glamour, maka ruh spritualnya menjadi tiada dibandingkan dengan kota Makkah, suasana di Jeddah sangatlah berbeda.

Meski layaknya di Makkah, semua kegiatan perniagaan juga kantor di Jeddah juga akan tutup menjelang shalat wajib. Namun nuansa spiritual memang lebih terasa saat berada di Makkah. Dengan magnet spiritual bernama Masjidil Haram. Di Makkah pusat perbelanjaan memang tak sebanyak di Jeddah. Hanya Pasar Seng yang telah tiada dan beberapa pertokoan di lantai dasar hotel. Namun bukan sasaran belanja jamaah Indonesia kebanyakan. Itupun sangat ramai hanya pada musim haji.

3. Mesjid Qisos
Mesjid Qisos adalah sebuah mesjid biasa, letaknya di kawasan Balad Jeddah. Pesis di sebelah baratnya kantor sekretariat Departemen Luar Negeri Kerajaan Arab Saudi, yang telah di bangun baru. Posisinya persis ditengah lingkaran jalan atau bundaran, antara jalan Bagdadidyah, Jalan Syekh Al-Juffali, dan Jalan Madinah. Di Sudut jalan lain terdapat Markas Polisi Militer Jeddah, yang di depan gerbangnya terpajang meriam tua.

Dari luar Mesjid Qisos tampak biasa dan sederhana, dinding temboknya seperti bentuk jajaran genjang atau mungkin segi-tiga siku. Hampir sama sekali tidak memperlihatkan kemewahan. Mesjid ini memiliki 26 kubah, satu kubah tinggi persis diatas mihrab dan satu kubah lainnya di atas pintu masuk sebelah selatan. Arsitektur bagian dalam mesjid ternyata sangat unik. Apalagi penataan warna dan interior yang indah dengan hamparan permadani merah dan garis shaf coklat.
Sholat di mesjid ini terasa nyaman dan sejuk, padahal di luar mesjid matahari terik panas menyengat. Suara imam terdengar nyaring dan lantang. Tampaknya dinding mesjid menggunakan bahap yang kedap suara, sehingga suara dari luar nyaris tak terdengar.

Mesjid Qisos saat ini tampak sedang dilengkapi dengan pertamanan, di beberapa sudut halaman mesjid tampak pula pot-pot tanaman hias. Menurut ceerita warga setempat, nama sebenarnya Mesjid Qisos adalah Mesjid 'Syekh Ibrahim al-Juffali, nama seorang saudagar Arab Saudi terkenal yang membangun mesjid tersebut. Di depan mesjid inilah yang dipagar dan ditengah-tengahnya ada lantai tingginya sekitar 30 cm berukuran kurang lebih 6 x 6 meter dengan keramik warna putih, selalu diadakan hukum qisos, yaitu suatu pelaksanaan eksekusi hukuman mati terhadap seorang terpidana, seperti hukum pancung.

Eksekusi biasanya dialaksanakan secara terbuka, setiap selesai sholat Jum'at, tapi juga kadang-kadang pada hari yang tidak ditentukan, pada jam 10.00 pagi dan di saksikan jamaah dan masyarakat umum. Karena itulah mesjid ini kemudian dikenal sebagai Mesjid Qisos.

Mejid Qisos tak ubahnya sebuah mesjid taman kota. Apalagi di sebelah timur mesjid terdapat danau buatan, dan agak ke sebelah tenggara terdapat hotel Red-Sea. Sementara di bagian utara mesjid dihiasi sebuah menara jam, tangga air terjun buatan. Beberapa tanaman hias melingkari pedestrian road depan mesjid. Tempat parkirnya juga sangat luas.

Mesjid Qisos merupakan salah satu mesjid umum dari ratusan mesjid yang ada di Jeddah. Mesjid lainnya yang berkesan mesjid dengan tamannya, antara lain Mesjid Ibnu Saud, yang dibangun oleh Raja Saud dan Mesjid Terapung di laut merah.


4. Pekuburan Ibunda Hawa
Ejaan dan asal nama terdapat dua sejarah mengenai Jeddah, Jaddah, Juddah atau Jiddah. Yang pertama meriwayatkan bahwa nama Jeddah sebagai bermakna "tepi pantai" karena Jeddah terletak di pantai Laut Merah, yang kemudian menjadi pelabuhan terpenting di Arab Saudi. Sejarah yang lain yang lebih populer menceritakan nama Jeddah berasal dari perkataan Jaddah yang berarti "nenek".

Menurut cerita-cerita orang-orang Arab setempat, bahwa makam Ibunda Hawa adalah terdapat di Jeddah yang sekarang dijadikan pekuburan umum. Perjalanan manusia merentas waktu adalah bermula ketika Nabi Adam AS. menginjakan kakinya yang pertama kali di bumi adalah pada hari Jum'at. Hakikat sebenarnya dimana bermulanya perjalanan yang panjang ini tiadalah pernyatan yang jelas mengenai turunnya.

Pendapat dari Ibnu Hatim, mengatakan Nabi Adam AS turun ke bumi yang pertama kali dipijak adalah yang bernama dunia, tanah ini terletak diantara Makkah dan Thaif. Ibnu Umar dan Abu Hatim pula menyatakan bahwa Nabi Adam AS diturunkan di bukit Shafa dan Sitti Hawa di Marwah. Al-Hasan berkata bahwa Nabi Adam AS. adalah pertama kali turun ke bumi yaitu pada suatu tempat yang berada di India atau Srilangka sekarang dan Sitti Hawa diturunkan di Jeddah serta Iblis diterunkan di Dustimyan yaitu suatu tempat beberapa batu dari Basrah- Irak.

Selain riwayat diatas yang mengatakan bahwa Sitti Hawa di turunkan di Jeddah, tapi juga ada yang mengatakan wafatnya di makamkan juga di Jeddah, tapi riwayat yang kuat bahwa sesungguhnya Sitti Hawa di makamkan diatas Jabal Aby Qubaisy Makkah, dan Jeddah hanyalah petilasan saja ketika diturunkan dari syurga. Wallahua'lam. Tapi yang jelas Pemakaman Ibunda Hawa termasuk pemakaman favorit yang diziarahi dan dikunjungi jamaah haji dan umroh dari Indonesia, Melayu, Pakistan, India, Mesir dan Negara lainnya. Dan juga salah satu yang tak berubah adalah nama Jeddah itu sendiri sejak zaman dahulu sejak masih diduduki suku Qudo'ah sampai sekarang memang namanya Jeddah (dari Jaddatun) yang berati nenek moyang, leluhur kita.

5. Monumen Sepeda Besar
Di kawasan al-Bawadi jantung kota Jeddah, di ruas jalan "syari'sittien" terdapat monumen sepeda berukuran cukup besar. Tingginya lebih dari 20 meter, panjangnya kurang lebih 50 m. ditambah lagi disampingnya roda cadangan berukuran dengan diameter besar sekali, daerah lingkaran itu paling dikenal dengan nama "Medan ad-Darojah.

Jeddah seperti kota-kota lainnya di Arab Saudi, tidak mengenal istilah benda hidup dijadikan patung dan diletakkan di tengah-tengah kota, tapi diambilah benda-benda mati dijadikan patung lalu diletakkan di tengah-tengah bundaran jalan. Di Jeddah tidak hanya tugu sepeda besar, tapi juga tugu pesawat, tugu kapal laut, tugu mobil, tugu rotasi perputaran bulan dan bumi, tugu globalisasi dll. semua ini dibuat untuk menghiasi keindahan kota Jeddah, yang bergelar Putri Penganten Laut Merah.

Konon monumen sepeda besar tersebut banyak disebut oleh jamaah haji asia tenggara khususnya Indonesia dengan sepeda Nabi Adam (ini salah besar), ada yang mengatakan pula sepeda Bani Adam (ini bisa benar) karena yang membuat adalah kita anak cucu Adam. Menurut beberapa mukimin Indonesia yang tinggal puluhan tahun di Jeddah, seperti cerita Abu Bakar Husein adalah : "Sepeda tersebut dibuat sekitar duapuluh tahun lampau yang didatangkan dari Jakarta, bersamaan dengan ribuan sepeda lainnya, sepeda itu pemberian dari Gubernur DKI Jakarta Bapak Ali Sadikin", ternyata orang Indonesia juga yang mempopulerkannya.

Sebagai kenangan dari Pemerintah Indonesia waktu itu dengan persetujuan wali kota Jeddah setempat, maka sepeda besar itu dipajang sebagai monumen di tengah kota. Lantas siapa yang pertama kali memberinya nama sepeda Nabi Adam?. Kita tidak tahu, kemungkinan karena melihat ukurannya yang besar lalu kemudian ada yang menyebutnya sebagai sepeda Nabi Adam, dan sampai sekarang nama tersebut populer di kalangan jamaah haji Indonesia.

Mungkin merasa terheran dengan membayangkan bagaimana besarnya pemiliknya. Bayangkan saja sepedanya saja besar sekali, maka rasanya sulit diterima oleh akal dan bagaimana pula besarnya sosok Nabi Adam?, ada-ada saja kawan gaed menggelabui jamaah.

Ada cerita lain pula dengan sepeda besar itu, bahwa pernah salah satu penjelajah separoh dunia berasal dari India menjelajahi dengan sepeda pancal biasa, sesampainya di kota Jeddah diterima oleh wali kota setempat, lau untuk menghormati dan mendedikasikannya, wali kita tersebut membangun sepeda itu dengan bentuk besar. Wallahu A'lam.

Yang jelas, janganlah kita para gaed menerangkan bahwa itu sepedanya Nabi Adam AS., dan jangan pula menerangkan peta bola dunia (globe) yang berada dekat airport, dikatakan kelerengnya Nabi Adam, dan juga jangan menerangkan pula monumen mobil-mobil kecil yang ada didekat pantai laut merah dikatakan mobilnya Abu Nawas, serta jangan pula menerangkan kapal kecil dekat istana raja kapalnya Nabi Nuh AS. dll. agar kitanya tidak tertindak pada hadits Nabi yang berbunyi "Man kadzdzaba 'alayya muta'ammidan fal-yatabawwa' maq'adahu minannar". Naudzubillah, camkan kawan...!

6. Laut Merah
Laut Merah (bahrul-ahmar) adalah sebuah teluk disebelah barat Jazirah Arab yang memisahkan benua Asia dengan benua Afrika. Jalur ke laut di selatan melewati Babul Mandib dan Teluk Aden, sedangkan di utara terdapat semenanjung Sinai dan Terusan Suez. Laut ini di tempat yang terlebar berjarak 300 km. dan panjangnya 1.900 km. dengan titik terdalam 2.500 m.,

Laut Merah juga menjadi habitat bagi berbagai makhluk air dan koral. Walaupun sering dikaitkan dengan berbagai cerita di masa lampau, namun sampai abad ke-20, orang Eropa menyebutnya 'Teluk Arab', sedangkan Herodotus dan Ptolemeus menyebutnya 'Arabicus Sinus'. Air Laut Merah sendiri sebenarnya tidak beda dengan air laut yang lain.

Penjelasan-penjelasan ilmiah menyuebutkan bahwa warna merah di permukaan muncul akibat Trichodesmium erythraeum yang berkembang. Ada juga yang menjelaskan bahwa namanya berasal dari gunung kaya mineral sekitarnya yang berwarna merah. Laut ini muncul karena pemisahan Jazirah Arab dari benua Afrika yang dimulai sekitar 30 juta tahun yang lalu dan masih berlanjut sampai sekarang.

Suhu permukaan laut selalu konstan sekitar 21-25 derajat C. dengan jarak penglihatan 200 m. Namun, sering terjadi angin kencang dan arus lokal yang membingungkan.

Kota-kota yang terdapat di pesisir Laut Merah antara lain : Jeddah, Sharm el-Syekh, Pelabuhan Sudan dan Eilat. Pada tahun 1950-an, Hans Haas menemukan Laut Merah sebagai tempat menyelam dan kemudian oleh Jaques-Y ves Costeau.

Negara-negara yang berbatasan dengan Laut Merah adalah : Pesisir Utara ; - Mesir Pesisir Barat ; - Sudan - Israel - Mesir - Yordania Pesisir Timur ; - Arab Saudi Pesisir Selatan ; - Djibouti - Yaman - Eriteria - Somalia


7. Mesjid Terapung
Mesjid Terapung atau dikenal pula dengan Mesjid Rahmah atau orang arab pula menganalnya dengan Mesjid Jami' at-Taubah, adalah tidaklah terapung sebagaimana namanya, namun terletak di bibir pantai laut merah Jeddah, dan bila laut pasang maka mesjid pun akan dikelilingi air laut, layaknya seperti mesjid yang terapung, namun apabila air laut lagi surut, tampaklah pondasi-pondasi yang menyangga mesjid itu.

Memang orang Indonesia sangat kratif memberi nama tempat yang dikunjungi, dari pasar seng yang telah tiada sampai ke mesjid terapung, tapi entah sejak kapan orang Indonesia kerap memanggilnya demikian mesjid terapung, bisa jadi karena konstruksi mesjid yang unik dimana bangunan mesjid itu di bangun menjorok ke laut, juga hampir sama sekali tidak memperlihatkan kemewahan, mesjid ini hanya memiliki satu kubah berwarna biru dan satu menara berwarna putih. Arsitektur bagian dalam mesjid ternyata sangat unik juga, termasuk dalam penataan interior yang sangat indah nan asri dengan hamparan permadani lembut berwarna biru keputih-putihan dan garis shaf sholat hijau dan beberapa kaligrafi arab melekat didinding dan langit-langit mesjid yang sangat menakjubkan.

Di sekitar Mesjid Terapung adalah sebuah pantai yang kini disulap menjadi taman rekreasi seperti Taman Impian Jaya Ancol Jakarta. Pantai laut merah, bukanlah pantai berpasir putih. Tapi di pantai itu wisatawan,jamaah haji dan umroh bisa menyaksikan matahari saat tenggelam (sun-set) dan saat matahari terbit (sun-rise), di mesjid itu pula akan menemukan bahwa perpaduan antara keindahan warna laut yang biru serta pantulan cahaya matahari dari permukaan air yang mengelilinginya, akan menimbulkan kedamaian apalagi ditambah angin yang sepoi-sepoi dari arah laut, maka perasaan hati akan kebesaran Allah YME. akan semakin kental.

Tidak terlalu banyak di dunia Mesjid yang serupa dengan Mesjid Terapung itu, kecuali Mesjid Terapung yang ada di Kuala Terenggano Malaysia bernama Mesjid Tengku Tengah Zaharah, lokasi mesjid ini datas muara sunga Ibai yang dibangun tahun 1991 dan selesai tahun 1994. Dan juga ada Mesjid Terapung di Dubai - Emirat.


8. Indahnya Teluk Abhur
Di Jeddah tidak banyak pilihan untuk rekreasi selain mall dan laut, mengapa kita perlu mengadakan wisata ke Teluk Abhur dan Kota Jeddah walau agak jauh dari Makkah?, ini dikarenakan tempat yang jauh lebih exited bagi kita, mungkin ini salah satu alasan bagi kita, khususnya ibu-ibu haji yang lebih konsumtif perginya dari mall ke mall selepas haji atau umroh.

Kita salut dengan pemerintah Saudi, yang banyak memberi tempat masyarakat berlibut secara gratis, kita bandingkan dengan tempat hiburan ditanah air kita tercinta, hampi r semuanya seba bayar (ancol, dufan, tmii dll).

Sepanjang laut merah di Jeddah yang membentang dari downtown balad hingga teluk abhur kurang lebih 30 km. sengaja dibuat untuk masyarakat Saudi, tourist asing, jamaah haji dan umroh serta mukimin yang sengaja berlibur sebagai week-end nya hari kamis dan jum'at atau hari libur lainnya, tanpa di pungut biaya sepersenpun, hanya sebagian kecil yang dikuasai oleh sewasta untuk bangunan hotel dan restauran ini pun harus bayar.

Teluk Abhur lebih elok nan cantik, menawan, mempesona serta mengagumkan karena kita bisa melihat dari ujung ke ujung indahnya laut dengan beraneka macam permainan laksana dunia fantasi, taman impian dll., bentuknya menyerupai danau. Bagi yang mau sewa perahu boat sekedar muter-muter (pusing-pusing kata orang Malaysia) lengkap dengan nahkodanya, satu jam nya 300 real cukup untuk 5 orang.

Jetsky juga banyak untuk disewakan, tetapi banyak yang dimiliki secara pribadi tapi ongkos parkirnya perbulan yang mahal. Orang-orang kaya di Abhur banyak memiliki yacht/jetsky.

Teluk Abhur tempatnya lebih aman dari pada Jeddah karena dijaga oleh Safety Quard, kita bisa leluasa mandi berenang sebatas pembatas yang telah ditentukan disana, perempuan pun boleh berenang tapi harus memakai abaya dan cadar, kalau ingin mandi tanpa abaya dan cadar dengan memakai pakaian renang boleh saja, teapi harus memasuki ke tempat private yang bayar.

Disalah satu sudut terdapat istana keluarga besar Bin Ladien yang sangat mewah dan besar seperti dalam dongeng-dongeng 1001 malam, dan beberapa vila-vila megah yanbg dimiliki oleh para amir, para konglomerat Jeddah. Di setiap bunderan Abhur dan pesisirnya berikut dengan taman-tamannya yang bertaburan rerumputan dan bebungaan, penuh dengan orang yang sedang piknik dengan menggelar karpet, tikar dan meletakkan kursi lipat sambil makan-makan bersama keluarga.

Banyak juga yang BBQ dengan membawa semua peralatan dari rumah, bisa dipastikan mereka-mereka itu dari Libanon, Syria dan Negara-negara teluk lainnya. Kalau keluarga Saudi lebih senang membawa bekal dari rumah atau beli di restauran.

Lebih Nyaman Beriibadah Sendiri




Untuk bisa menghayati ibadah haji, persiapan jamaah harus matang. Selain soal fisik, makan, pakaian, bekal, penginapan, dan lain-lain, persiapan ibadah juga harus mantap. Banyak pembimbing haji ketika di Tanah Air meninabobokkan jamaah dengan kata-kata ‘Bapak Ibu, kalau tidak hafal doa-doa jangan khawatir. Nanti di sana dibimbing, tinggal mengikuti saja.” Pesan-pesan seperti ini sering membuai jamaah. Akibatnya banyak yang berangkat hanya dengan bekal mengandalkan pembimbing. Pada kenyataannya pembimbing haji tak selalu bisa jadi andalan di lapangan. Banyak kegiatan yang akhirnya dilakukan secara mandiri oleh jamaah haji. Saat tawaf misalnya, sulit untuk tetap berjalan dengan rombongan besar. Dengan kelompok kecil 10 orang saja, sudah hampir pasti bercerai–berai di tengah kerumunan ratusan ribu orang. Jika jamaah tak menyiapkan diri, akan kebingungan menyelesaikan ibadah. Banyak terjadi jamaah yang terlepas dari rombongan saat tawaf akhirnya pulang ke penginapan sebelum menyelesaikan sa’i. Ada juga yang selesai sa’i sudah pulang sebelum tahalul. Kalaupun masih bisa tetap bersama pembimbing, biasanya hanya pada saat tawaf qudum atau tawaf ifadah saja. Setelah itu biasanya jamaah sudah harus berjalan sendiri-sendiri. Jamaah yang menyiapkan diri dengan pengetahuan ibadah akan lebih mungkin bisa menikmati berhaji. Mandiri, tak tergantung pembimbing, tak tergantung rombongan. Jika saat tawaf terlepas dari rombongan, bisa tetap melanjutkan ibadah sendiri. Bahkan dengan sendiri atau kelompok kecil, ibadah akan terasa lebih khusyuk. Tawaf dengan rombongan besar akan cenderung mengganggu jamaah lainnya. Apalagi jamaah Indonesia akan bertemu dengan jamaah dari Turki, Afrika, atau Iran yang juga sering dalam rombongan besar. Jika rombongan ditabrak oleh jamaah Turki yang berbadan besar-besar sudah pasti kocar-kacir. Karena itu sebaiknya sejak dari Tanah Suci jamaah sudah menyiapkan diri untuk bisa melaksanakan semua ritual haji sendiri. Paling tidak tak terlalu menggantungkan diri pada pembimbing. Pelajari sampai paham benar tata cara pelaksanaan ibadah haji. Hafalkan doa-doa. Kalau tak bisa doa yang panjang-panjang, yang pendek-pendek juga boleh. Usahakan doa itu hafal di luar kepala sehingga saat tawaf atau sai tidak perlu membuka catatan. Dalam kerumunan ratusan ribu orang, berdesak-desakan dan panas, membaca catatan sambil berjalan akan tidak nyaman. Departemen Agama menyediakan buku doa kecil tebal dengan gantungan di leher. Di lapangan menggunakannya tak juga praktis. Sering kali tali itu tertarik atau menjerat jamaah lain sehingga mengganggu. Setiap waktu luang bisa digunakan untuk memantapkan tata cara dan doa-doa haji. Di asrama, di atas pesawat, di bandara, di bus gunakan waktu untuk membuka buku-buku panduan haji. Bahkan saat-saat menjengkelkan seperti ketika pesawat terlambat, bus belum datang, menunggu pemeriksaan, lebih baik digunakan untuk menghafal doa daripada menggerutu dan menyesali keadaan. Departemen Agama menyediakan buku-buku panduan haji yang lengkap. Selain itu jamaah bisa membeli buku-buku panduan haji yang banyak dijual di toko-toko haji. Selain panduan ibadah, berguna juga bila jamaah membaca-baca buku tentang Makkah, Madinah, dan tempat-tempat penting di Tanah Suci. Selain tawaf dan sai, ziarah ke makan Rasul, ke Raudhah, dan melempar jumrah bisa dilakukan tanpa harus menunggu pembimbing. Kalaupun dilakukan berkelompok, buat kecil saja. Kini banyak jamaah yang berangkat dengan sebutan haji mandiri. Mereka ini berangkat ke Tanah Suci dengan tidak bergabung pada Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Dari tahun ke tahun jumlah haji mandiri mengalami peningkatan. Jamaah haji mandiri umumnya lebih percaya diri walaupun tanpa pembimbing khusus KBIH. Mereka mengurus sendiri urusannya, tidak tergantung pada orang lain. Selain lebih nyaman, karena bisa menentukan sendiri apa yang dimaui, mereka juga tak dibebani pungutan macam-macam dari KBIH

Melipatgandakan Ibadah, Melipatgandakan Pahala



MediaHaji.Com, Makkah. Menunaikan ibadah haji merupakan kesempatan emas bagi seorang muslim. Saat menjadi tamu Allah SWT. harus mampu memanfaatkan kesempatan tersebut sebaik-baiknya dengan melakukan ibadah semaksimal mungkin. Baik saat di Makkah maupun Madinah. Sebab, setiap ibadah yang dilakukan selama di tanah suci memiliki pahala yang sangat besar.

Untuk itu harus pandai mengatur waktu. "Selama berada di tanah suci, jemaah harus memaksimalkan ibadah. Karena setiap amal ibadah yang kita lakukan akan mendapatkan pahala yang sangat besar", ujar Ustadz Yusuf Mansur, Pimpinan Pondok Pesantren Daarul Qur'an Wisata Hati.

Dianjurkan memperbanyak sedekah maupun infak karena balasan Allah SWT. berlipat ganda. Selain itu juga untuk meraih kemabruran ibadah haji. Menurut Ustadz Yusuf tanah suci merupakan ladang paling subur mendapatkan imbalan ibadan dan sedekah. "Ketika kita mengeluarkan 1000 pasti Allah membalas minimal 100 ribu kali lipat dibandingkan di tempat yang lain", ujar Ust. Yusuf Mansur.

Pendiri pengajian Wisata Hati ini menganjurkan jemaah haji agar banyak melakukan infak dan sedekah selama ibadah haji. Kendati tidak tersedia kotak infak di Masjidil Haram, maka sedekah bisa dilakukan kepada orang yang membutuhkan di Makkah. Selain itu juga untuk para pelajar yang banyak menjadi tenaga pembimbing di Makkah maupun Madinah. Kebiasaan melakukan sedekah di tanah suci ini biasanya akan melekat setelah kembali ke tanah air.

Jemaah haji menjadi tidak lagi ragu untuk melakukan sedekah maupun menafkahkan harta yang dimilikinya ke mereka yang membutuhkan saat sudah kembali berada dilingkungan tempat tinggalnya. "Dan ketika orang bersedekah di sana akan dirasakan sendiri oleh orang yang bersangkutan pasti Allah SWT. akan mengganti setelah pulang ke tanah air", papar dia.

Pandai mengatur waktu agar lincah menjalankan ibadah selama di tanah suci juga diungkapkan oleh H. Ahmad Kosasih, MAg. Pembimbing jemaah haji dan umroh dari PT Saudi Wisata Travel ini mengingatkan bahwa keberadaan jemaah di tanah suci adalah fokus untuk ibadah karena pahala yang berlipat ganda.

"Jadi, satu rakaat kita shalat di Masjid Nabawi sama dengan seribu rakaat di masjid yang lain, sedang di Masjid Haram 100 ribu kali", jelas H. Ahmad Kosasih.
Besarnya pahala yang dijanjikan Allah SWT. itulah yang harus di raih oleh jemaah haji untuk menjalankan berbagai ibadah. Bukan hanya shalat, namun juga mengisi waktu selama di tanah suci dengan membaca al-Qur'an, infak dan sedekah, membantu orang lain dan sebagainya. "Jadi selama kurang lebih satu bulan jemaah haji harus memanfaatkan untuk beribadah semaksimal mungkin", papar H. Ahmad Kosasih.

Sayang, menurut Ustadz Yususf Mansur maupun H. Ahmad Kosasih, jemaah haji Indonesia tergolong masih kurang memaksimalkan kesempatan beribadah selama di tanah suci. "Banyak jemaah haji kita kurang faham bentuk ibadah yang harus dikerjakan. Selama di sana misalnya hanya melaksanakan shalat lima waktu saja ditambah qabliyah dan ba'diyah. Padahal yang namanya ibadah di sana, dia bisa mengisi satu hari penuh dengan ibadah", ujuar H. Ahmad Kosasih.

Kosasih mencoba memaparkan jadwal agar bisa maksimal memanfaatkan waktu di Masjidil Haram. Selesai subuh dilanjutkan tadarus al-Qur'an sampai matahari terbit. Kemudian sholat Dhuha. Usai Dhuha sarapan pagi dan istirahat. Menjelang Dhuhur kembali ke Masjidil Haram, sholat Qobliyah Dhuihur - ba'diyah. Selanjutnya makan siang dan istirahat. Menjelang Ashar kembali ke Masjidil Haram. Waktu Ashar hingga Maghrib bisa dimanfaatkan untuk membaca al-Qur'an, thawaf sunnat, bershalawat maupun duduk memandang Ka'bah serta i'tikaf.

Kegiatan dilanjutkan shalat Maghrib. Waktu Maghrib hingga Isya' bisa melakukan sholat hingga Isya' bisa melakukan sholat Awwabin, minimal dua rakaat hingga maksimal 20 rakaat. Kemudian shalat fardhu Isya'. Selesai Isya' bisa melakukan sholat witir jika tak ingin istirahat di pemondokan. Tengah malam datang kembali untuk sholat qiyaamul lail, tahajjud, hajat istiqkhoroh dan sebagainya.

"Jadi banyak ibadah yang bisa dilakukan di tanah suci", ujar Ahmad Kosasih. Berdasarkan hitungan H. Ahmad Kosasih jumlah rakaat shalat sunnat sehari di Masjidil Haram bisa mencapai 100 rakaat. Bahkan masih bisa ditambah lagi dengan shalat sunnat Mutlaq maupun shalat jenazah. Sebab banyak jemaah yang meninggal dunia.

"Bayangkan, seumur hidup mungkin kita belum pernah melaksanakan shalat jenazah sampai ribuan orang. Tapi, di Masjidil Haram kita bisa. Satu kali kita melaksanakan shalat jenazah, berarti sudah 100 ribu kali bandingkan dengan di masjid lain", ungkap H. Ahmad Kosasih. Menurut H. Ahmad Kosasih agar bisa memaksimalkan ibadah, maka jemaah haji harus menguasai ilmu-ilmu ibadah.

Berdasarkan pengamatannya, masih banyak jemaah yang belum memahami shalat awabin, shalat tasbih serta shalat-shalat sunnat lainnya. Selain itu semua yang juga teramat penting adalah menguasai manasik haji. "Jangan ikut-ikutan mengandalkan pembimbing. Rugi nanti kalau tidak melakukan manasik sendiri". papar Ahmad Kosasih. Penguasaan manasik haji maupun ilmu ibadah adalah merupakan bekal utama bagi jemaah haji meraih kemabruran.

Seperti juga diamini oleh Ust. H. A Saefullah MA, untuk meraih kemabruran juga diperlukan amalan ibadah sunnat, melakukan sedekah, bertobat, meminta maaf kepada orang tua maupun sahabat. Semua dilakukan dalam keadaan suci di tanah suci pula. "Allah SWT. itu Maha Suci. Maka sebelum menghadap yang Maha Suci kita berwudhu', sebelum wudhu' kita diramadhankan", ujar salah seorang assatidz Majelis Zikir az-Zikra ini.

Le Grand Voyage, Perjalanan Haji Agung




MediaHaji.Com, Jakarta - Sebuah film menarik berjudul ‘Le Grand Voyage” atau Ar-Rihlatul Akbar atau Perjalanan Agung. Dibintangi oleh Nicolas Cazale, Mohamed Majd dan Jacky Nercessian. Film ini mengisahkan perjalanan seorang ayah bersama anak laki-lakinya menuju Mekkah yang penuh makna kehidupan. reda diminta menemani ayahnya untuk mengantar ke Mekkah menunaikan ibadah haji. Namun sang ayah telah berniat melakukan perjalanan ini tidak menggunakan pesawat, melainkan menggunakan mobil. Jarak yang mereka tempuh kira-kira 5000 km antara Perancis - Mekkah. Di tengah perjalanannya, Reda bertanya kepada ayahnya, “Kenapa Ayah tidak naik pesawat untuk naik haji? Lebih praktis. Si Ayah menjawab,”Saat air laut naik ke langit, rasa asinnya hilang dan murni kembali. Air laut menguap naik ke awan. Saat menguap, ia menjadi tawar.” Itulah sebabnya lebih baiknaik haji berjalan kaki daripada naik kuda. Lebih baik naik kuda daripada naik mobil. Lebih baik naik mobil daripada naik kapal laut. Lebih baik naik kapal laut daripada naik pesawat.” Ketika Ayah kecil, almarhum kakekmu berangkat naik keledai. Ayah tak pernah melupakan hari itu. Kakekmu lelaki pemberani. Tiap hari Ayah naik ke atas bukit, disana Ayah bisa lihat cakrawala. Ayah ingin jadi orang pertama yang melihatnya kembali.”

Perjalanan Ayah dan anak sejauh 5000 km ini bukanlah tanpa halangan dan tantangan. Dari Perancis menuju Italia terus ke Slovenia, Kroasia, Yugoslavia, Bulgaria, Turki, Syria, Yordania, dan akhirnya sampai ke Arab Saudi. Perjalanan ini, selain memerlukan stamina yang tangguh, juga dipenuhi berbagai macam cobaan seperti konflik internal antara ayah dan anak, kehilangan uang di tengah perjalanan, tertimbun salju dan lain sebagainya.

Namun perjalanan sesungguhnya bukanlah perjalanan sang ayah yang menunaikan ibadah haji. Perjalanan sesungguhnya adalah perjalanan sang anak yang menemukan hakikat hidup selama menempuh perjalanan ini. Reda, si anak bukanlah pemuda yang spiritual dan tugas mengantar ayahnya inisemula karena terpaksa disebabkan oleh karena ayahnya tidak bisa menyetir sedangkan kakanya dicabut SIMnya. Reda masih SMU dan punya pacar sehingga sepanjang perjalanan selalu teringat kekasihnya. Selain itu, Reda sangat egois dan suka kemewahan.

Karena perjalanan inilah, Reda mendapatkan perjalanan rohani yang maha dasyhat. Dari setiap konflik dengan ayahnya, halangan dan tantangan yang secara bersama mampu dihadapi hingga sampai ke tempat tujuan. Akhirnya Reda pun harus menghadapi kenyataan Ayahnya meninggal di tanah suci.

Perjalanan Agung sang Ayah ini telah memberikan perjalanan spiritual tersendiri bagi sang Anak. (WildanHasan)

Mabrur, Meski Tanpa Haji

Tersebutlah sebuah kisah sufi bahwa seseorang yang menunaikan ibadah haji tertidur lelap ketika wukuf di tengah teriknya matahari di padah Arafah. Dalam tidurnya ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW. Perasaan berjumpa dengan Rasulullah ini memberikan harapan dalam dirinya bahwa hajinya telah menjadi haji mabrur.

Namun untuk kepastian, ia meberanikan diri bertanya kepada Rasulullah SAW. : "Siapakan di antara mereka yang diterima hajinya sebagai haji mabrur wahai Rasulullah". Rasulullah SAW seraya menarik napas dalam-dalam, menjawab : "Tak seorangpun dari mereka yang diterima hajinya, kecuali seorang tukang cukur tetanggamu". Serta merta sang haji tersebut kagum dan terkejut. Betapa tidak, ia tahu persis bahwa tetangganya itu adalah orang miskin, dan terlebih lagi bahwa tahun ini ia tidak menunaikan ibadah haji.

Dengan digeluti perasaan sedih, dadanya serasa sesak, ia terbangun dari tidurnya. Sepanjang melakukan wukuf sang haji tersebut menginstropeksi diri, memikirkan dalam-dalam apa arti di balik mimpi tersebut. Sekembali dari Makkah, ia segera menemui tetangganya si tukang cukur. Ia menceritakan segala pengalamannya selama menunaikan ibadah haji. Tapi cerita yang paling ingin disampaikan adalah perihal diri si tukang cukur itu sendiri.

Dengan sikap keheranan, ia pun bertanya : "Amalan apakah yang telah Anda lakukan sehingga Anda dianggap telah melakukan haji mabrur". Tetangganya pun dengan tenang bercampur haru bercerita bahwa sebenarnya, ia telah lama bercita-cita untuk dapat menunaikan ibadah haji. Dan telah bertahun-tahun pula ia mengumpulkan biaya. Namun ketika biaya telah cukup, dan tibalah pula masa untuk berhaji, tiba-tiba seorang anak yatim tetangganya ditimpa musibah yang hampir merenggut jiwanya. Maka si tukang cukur tersebut menyumbangkan hampir keseluruhan biaya yang telah bertahun-tahun dikumpulkan itu untuk membiayai anak yatim tersebut, sehingga ia gagal meenunaikan ibadah haji.

Kisah ini membuka mata kita, bahwa ternya kita sering salah langkah dalam upaya mencari ridho Allah. Ridho-Nya terkadang diburu dengan semangat egoisme yang berlebihan dan tanpa disadari justru bertolak belakang dengan keridhaan-Nya. Dengan kata lain, betapa ibadah-ibadah kita sering ternoda oleh lumpur kepicikan egoisme pelakunya, jauh dari nilai-nilai 'kasih-sayang' (rahmatan lil-'alamin).

Tidakkah terpikirkan oleh mereka yang berhaji, khususnya yang berhaji sunnah (berhaji lebih dari satu kali), akan nasib berjuta-juta anak yatim akibat 'musibah' perekonomian saat ini?. Akibat krisis ini telah berjuta manusia yang kehilangan 'induk' (pegangan) dalam hidupnya. Atau belumkah masanya kaum Muslimin untuk meletakkan prioritas-prioritas dalam kehidupannya sebagai ummat?.

Kalaulah misalnya, dari sekian ribu Muslim yang berhaji sunnah (lebih dari sekali) ditunda melakukannya, dan uang ongkos haji tersebut dimanfaatkan untuk biaya sekolah anak-anak ummat ini, betapa cerahnya masa depan kita.

Masalahnya sekali lagi, sampai dimana pengaruh ibadah-ibadah yang kita lakukan dalam kehidupan sosial kita?. Mungkin para pendai perlu kembali mensosialisasikan kandungan al-Qur'an surah al-Maa'uun yang sarat misi sosial.

Abu Bakar ditanya tentang haji mabrur, beliau menjawab : "Lihatlah jikalau Anda telah kembali ke Madinah". Jawaban ini membuktikan bahwa haji mabrur hanya dapat diindentifikasi pada saat pelaku haji berada di kampung halaman masing-masing. Sampai dimana 'predikat haji' tersebut mampu mendongkrak kesalehan, baik dalam kehidupan fardi maupun kehidupan jama'inya.

Semoga haji kita dapat merubah moralitas kita menuju pada tingkatan yang lebih ilahiyah sifatnya tanpa mengurangi rasa kepedulian terhadap 'mas'uliyah ijtima'iyah' (tanggung-jawab sosial) kita terhadap sesama. Dengan kata lain, semoga ibadah haji kita dapat mengantar pelakunya menjadi insan-insan taqi (bertakwa), tidak saja pada tataran individual namun juga pada tataran sosialnya. Wallahu a'lam bish shawab...

(Petikan dari sebagian khutbah wukuf 9 dzulhijjah 1430H... yang disampaikan oleh KH Ahmad Kosasih, amien)